
Ketika aku masih sendiri (belum menikah), aku suka membuat puisi dan cerita pendek (cerpen) untuk mengisi waktu senggangku. Puisi adalah bagian dari cermin diri kita, ungkapan dari hati kecil kita mengenai apa yang kita rasa, kita lihat, pernyataan marah/ emosi, sedih, senang, takut, berontak, dsb. Dengan membuat puisi/ tulisan-tulisan, apa yang menjadi beban kita sedikitnya bisa terbagi.
Di bawah ini adalah kumpulan beberapa puisi yang tersisa
Di bawah ini adalah kumpulan beberapa puisi yang tersisa
KEPERGIANMU
(4 Mei 1994)
Deru mesin burung putih yang ‘kan mengangkasa
Menderu dan menderu
Tak mampu memekakkan gendang telingaku
Sebab hatiku sedang berkecamuk
Sebab jantungku tengah bergemuruh
Sesaat kau melangkah lemah tapi pasti
Tinggal menunggu detik
‘kan kau membelah angkasa
Dan aku melambai hati
Sebab indera tak mampu menangkap pasti
Sesaat aku berbalik langkah gontai
Sayup terdengar deru sayap dan menghilang
Aku terdera pilu-sepi
Ini hari
Esok hari
Lusa…
Dan untuk sekian lama
Aku dililit sepi
Di dera rindu
Aku…
Kala rentang ruang waktu merentang
Tinggal arti-makna kehadiranmu
Betapa….!
Kasih….,
Kita telah menggapai cinta
Kita tengah menggapai cita-cita
Dan esok kita menghadirkan cita
………….
Di sini,
Di kereta malam
Sesaat sepi kukembali ke kotaku
Saat yang tersisa
Ada layar romantika
Ada ekspresi jiwa
Membawaku ke alam emosi
Aku menghembuskan nafas
Tegarlah hati dan jiwaku
Kasih….
Impian kita kan terwujud nyata
Raihlah cita-citamu
Demi cinta
Demi cita kita
Aku ‘kan bersujud untukmu
UNTUK IBU
(31 Desember 1997)
Di sini masih ada dingin, Ibu
Getarkan ujung tipis kulitku
Ada hadir ujudmu
Bukan alam nyata
Hidungmu menghembus desah
Sejukan jantung-hati-darah-nafasku
Sekali melangkah pasti, jangan berpaling
Bisikmu di kalbuku
Sendiri-getar darah tiada di sini
Sepi-cekam cengkraman jiwaku
Ibuku…
Sunyi belenggumu
Sebab yang punya tulang rusukmu “berpaling”
Tanpa janin aku bukan bayi
Saat kita bersama adalah nirwana
Jangan salahkan air mata
Ibu…
Bahagia kenapa bersembunyi
Aku…
SENDIRI
(8 April 1992)
Sendiri
Aku memang sendiri
Berkata-bertanya pada diri
Mengapa tak ada yang bias memahami
Nelangsa
Biar….
Tanganku masih terkepal
Kutantang hari
Walau sepi-hampa
Dan terus berpetualang
Mencari arti keagungan
Yang sesungguhnya
Kasih…
Raga kita menyatu
Tapi kemana hati ?
Embun akan menetes
Percuma…
Sebab mentari akan menyengat
Kering-kerontang-tandus
Dalam gurun pasir kudahaga
Kemana mencari penawar ?
Aku menjalani
Biar…
KEMILAU SENJA
(11 November 1992)
banyak hari yang telah terlepas
tanpa bisa menyerap makna
meninggalkan jejak tanpa pesan-kesan
menuju arah tanpa ujung
mengarungi samudra dengan kemudi
tapi mengapa hanyut terbawa arus ?
sesungguhnya palu ada di tanganmu
mengapa membiarkan tubuhmu tercabik ?
dalam jebak persimpangan jalan
terpaku pasrah tanpa gagah !
bukankan setiap jalan ada ujung ?
bertanya pada jawab yang pasti
menghadap cermin mematut wajah
apa yang pernah kau rasa dalam usia dewasamu ?
pada diri sendiri kadang tak percaya
maafkan aku kasih
kita mendera diri dengan tanya ragu
sesungguhnya aku telah mencari dermaga
pada hati-pada diri :
aku mencoba berdamai
dan pada hari….
impian bukan semusim bunga
ilusi merambat pada realita
hari esok untu kita
CINTA AGUNG
(Rabu, 26 Februari 1992)
Ada yang tersembunyi
…. di luar genggaman kepalan tanganmu
…. di luar jangkauan logika-inderamu
Di atas nilai ada nilai
Tanya-abadi-pada dirimu :
“Mengapa kuterlelap dalam detak jantungmu ?”
Getar-aneh tak ternetralisir denyut nadimu
Hangat-tak dingin oleh segala laut-danau-sungai
Segala bentuk air tawar-asin
Juga es kutub
Abadikah ?
Hadirmu…
Kita meniti hari
Jalan panjang penuh liku
Kau-aku-berpadu
Tegarkah rembulan-matahari menembus pekat-hitam-kelam ?
Cerita lalu telah berakhir
Buku harian tinggal sebaris :
Satu nomor yang tersisa
Untukmukah ?
Aku bosan bertanya
Aku lelah mencari
Aku ingin berlabuh di dermaga hatimu
Kasih…
Aku menyapa malam
Aku menyapa pagi
Aku menyapa siang
Suaramu-renyah tawamu
Hadirmu-tak ingin hilang buat sesaat
Aku bukan pemuja tokoh
… jiwaku pengagung cinta :
Dirimu kasih
Tubuhku tegar menghadap matahari-beku es kutub
… jiwaku hampa tanpamu
Kasih… adakah kau rasa gelisah rinduku ?
Detik-menit-hari-berganti
Bara dadaku kian hangat
Bayangmu-jantungku panggil-panggil namamu
Dera-dera rindu
Ah, hari-kumenitimu
Ah, hari-kumelawanmu
Ah, hari-kau harapanku
Kita bersama-siksa cinta
BERSAMAMU
(1 Maret 1992)
Kubercermin
… bukan pada kaca retak
Merah-segar tanpa noda
Bukan untuk memajang
Tanpa sehelai benang
Kubertanya pada raga :
Kemana emosimu ?
Raga berperang dengan jiwa
Jiwa putih, jiwa di atas raga
Jiwa adalah milikNya
Tanya, bertanya……. berbisik :
“Aku butuh damai,
sebab cinta adalah anugrah…”
RINDU
(9 Juni 1994)
Dalam kesendirian malamku
Kuingin lena dan bermimpi
Sebab mataku tak mau terpejam
Sebab hatiku segera nelangsa
Ada siksa sepi
Ada dera rindu
Serasa waktu bergulir lambat
Wajah-wajahmu….
Menghadirkan nama
Menghadirkan bayang
Menghadirkan memory
Menimbulkan rasa….
Ah…. Cinta
Yang membenihkan makna dan rasa
Aku merintih tak berdaya
Betapa dahsyat kharisma cinta
Masih ada senyum kuulas
Diiringi desah sesak nafasku
Biarkan aku berdendang
Biarkan aku gelisah
Dalam menyambut hari
Dalam melewati hari
Dalam menunggu hari
Dirimu,
…. penantianku pasti
3 komentar:
boleh juga euy..ternyata kreatif juga miaong ini ..!!
kalo begini koleksinya banyak lagi kali jach ?! coba dirawat agar ga ada yg kebuang walau hanya 2 bait biar suatu ketika bisa di lombakan chusus karya miaong siapa tau ada jang punya nilai diantara kreasinya, pasti ada deh...
kamsiah.. dilanjut lagi donk & berkarya lagi di-sela2 waktu senggang ...!
Lomba baca puisinya ntar diadakan di ultahnya Mia aja, yach..
Oce, tks atas komentarnya.
Posting Komentar